Inilah realita yang terjadi pada para penggila kekuasaan. Benarlah kata Rasul kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa kekuasaan bisa jadi ambisi setiap orang. Namun ujungnya selalu ada penyesalan. Beliau bersabda,
إِنَّكُمْ
سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ، فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
“Sesungguhnya
kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, ujungnya
hanya penyesalan pada hari kiamat. Di dunia ia mendapatkan kesenangan,
namun setelah kematian sungguh penuh derita” (HR. Bukhari no. 7148)Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata bahwa ucapan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- di atas menceritakan tentang sesuatu sebelum terjadinya dan ternyata benar terjadi.
Hadits di atas semakin jelas jika dilihat dari riwayat lainnya yang dikeluarkan oleh Al Bazzar, Ath Thobroni dengan sanad yang shahih dari ‘Auf bin Malik dengan lafazh,
أَوَّلهَا مَلَامَة ؛ وَثَانِيهَا نَدَامَة ، وَثَالِثهَا عَذَاب يَوْمَ الْقِيَامَة ، إِلَّا مَنْ عَدَلَ
“Awal
(dari ambisi terhadap kekuasaan) adalah rasa sakit, lalu kedua diikuti
dengan penyesalan, setelah itu ketiga diikuti dengan siksa pada hari
kiamat, kecuali bagi yang mampu berbuat adil.”Dan disebutkan oleh Thobroni dari hadits Zaid bin Tsabit yang marfu’,
نِعْمَ
الشَّيْء الْإِمَارَة لِمَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَحِلِّهَا ، وَبِئْسَ
الشَّيْء الْإِمَارَة لِمَنْ أَخَذَهَا بِغَيْرِ حَقّهَا تَكُون عَلَيْهِ
حَسْرَة يَوْم الْقِيَامَة
“Sebaik-baik perkara adalah
kepemimpinan bagi yang menunaikannya dengan cara yang benar.
Sejelek-jelek perkara adalah kepemimpinan bagi yang tidak menunaikannya
dengan baik dan kelak ia akan merugi pada hari kiamat.”Terdapat pula dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Dzar,
قُلْت
يَا رَسُول اللَّه أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي ؟ قَالَ : إِنَّك ضَعِيف ،
وَإِنَّهَا أَمَانَة ، وَإِنَّهَا يَوْم الْقِيَامَة خِزْي وَنَدَامَة
إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
“Aku
berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau enggan mengangkatku (jadi
pemimpin)?” Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjawab, “Engkau
itu lemah. Kepemimpinan adalah amanat. Pada hari kiamat, ia akan
menjadi hina dan penyesalan kecuali bagi yang mengambilnya dan
menunaikannya dengan benar.”Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ini pokok penting yang menunjukkan agar kita menjauhi kekuasaan lebih-lebih bagi orang yang lemah. Orang lemah yang dimaksud adalah yang mencari kepemimpinan padahal ia bukan ahlinya dan tidak mampu berbuat adil. Orang seperti ini akan menyesal terhadap keluputan dia ketika ia dihadapkan pada siksa pada hari kiamat. Adapun orang yang ahli dan mampu berbuat adil dalam kepemimpinan, maka pahala besar akan dipetik sebagaimana didukung dalam berbagai hadits. Akan tetapi, masuk dalam kekuasaan itu perkara yang amat berbahaya. Oleh karenanya, para pembesar (orang berilmu) dilarang untuk masuk ke dalamnya. Wallahu a’lam.”
Lantas bagaimana akibat tidak amanat dalam menunaikan kepemimpinan? Dalam hadits di atas sudah disebutkan akibatnya,
فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
“Di dunia ia mendapatkan kesenangan, namun setelah kematian sungguh penuh derita”.
Ad Dawudi berkata mengenai maksud kalimat tersebut adalah kepemimpinan
bisa berbuah kenikmatan di dunia, namun bisa jadi penghidupan jelek
setelah kematian karena kepemimpinan akan dihisab dan ia bagaikan bayi
yang disapih sebelum ia merasa cukup lalu akan membuatnya sengsara.
Ulama lain berkata mengenai maksud hadits, kekuasaan memang akan
menghasilkan kenikmatan berupa kedudukan, harta, tenar, kenikmatan
duniawi yang bisa dirasa, namun kekuasaan bisa bernasib jelek di
akhirat.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
[Disarikan dari Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani, 13: 125-126]—
Tulisan lawas di Riyadh-KSA, 23 Rabi’ul Awwal 1434 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
0 comments:
Posting Komentar