Jika anda ditanya oleh seseorang “apakah Allah Berjism”? apa jawaban anda?
Jika anda jawab “yah” maka anda belum tentu benar.
Jika anda jawab “tidak” Maka anda kemungkinan salah.
Loh kok. Mumet…. Bingung???
Apa itu Jism?
Pendapat ahli bahasa
الجِسْمُ: جماعة البَدَنِ أَو الأَعضاء من الناس والإِبل والدواب وغيرهم من الأَنواع العظيمة
Aljismu: kumpulan dari badan atau anggota-anggota seorang manusia, onta, binatang berkaki empat, dan lain-lain yang merupakan bagian yang makhluk yang besar.
Para ahli bahasa hanya menggunakan istilah Jism untuk sesuatu yang berat dan padat, mereka tidak menamakan udara sebagai jism dan jasad lain halnya dengan tubuh manusia yang jelas mereka sebut sebagai jism. Pandangan ahli bahasa tentang Jism sesuai dengan firman Allah taala:
وإذا رأيتهم تعجبك أجسامهم
Artinya: Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. (QS al Munâfiqûn:4)
Dalam ayat lain Allah berfirman
وزاده بسطة في العلم والجسم
Artinya: Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.(QS albaqarah:247)
Pendapat ahli filsafat dan Mutakallimin.
Ibnu Taimiyah berkata:
Adapun ahli kalam dan para filosof berselisih tentang makna Jism: Sebagian dari mereka mengatakan bahwa Jism itu adalah sesuatu yang eksis, sebagian lagi mengatakan bahwa jism adalah sesuatu yang berdiri sendiri, sebagian lagi mengatakan bahwa jism adalah sesuatu yang tersusun dari atom, sebagian lagi mengatakan bahwa jism adalah sesuatu yang tersusun dari materi dan gambaran, sebagian lagi mengatakan bahwa bahwa jism adalah sesuatu yang bisa ditunjuk dengan isyarat indra, sebagian lagi mengatakan bahwa jism itu tidak tersusun dari apapun tapi ia justeru yang ditunjuk[1]
Apa yang didefinisikan oleh para mutakallimin dan ahli filsafat sama sekali tidak dikenal dalam bahasa arab baik dalam kitab-kitab maupun syair-syair mereka. Ruh sekalipun ditunjuk, turun, dan naik serta berdiri sendiri namun tidak dinamakan sebagai jism oleh ahli bahasa oleh karena itu mereka menyebutkan istilah jism dan ruh. Disini bisa kita ketahui bahwa “dan” disini berkonsekwensi perbedaan makna (mughayarah).
Teka-teki
Jadi manakah yang anda pilih ketika menjawab yah atau tidak?
Jika dinafikan, lalu bagaimana dengan orang yang mengatakan bahwa jism itu sesuatu yang bisa ditunjuk, padahal Ahlusunnah dan juga Asyairah beriman bahwa Allah bisa dilihat disyurga. Padahal sesuatu yang dilihat dengan mata adalah sesuatu yang ditunjuki dengan indra.?
Jika dikatakan Allah adalah jism, lalu bagaimana dengan pendapat ahli bahasa yang mengatakan bahwa tubuh dan anggota-anggotanya adalah jism[2]?
Bingungkah anda?
Disinilah perlunya memahami sesuatu secara kompleks dan mendetail.
Ibnu Taimiyah berkata:
أما الكلام في الجسم والجوهر ونفيهما أو إثباتهما , فبدعةٌ
ليس لها أصلٌ في كتاب الله ولا سنة رسوله
ولا تكلم أحدٌ من الأئمة والسلف بذلك نفياً ولا إثباتاً . انتهى
Adapun pembicaraan tentang jism dan jawhar serta penafian dan penetapannya merupakan kebidahan yang tidak memiliki asal dari kitab Allah dan sunnah rasulnya serta tidak pernah dibicarakan oleh seorangpun dari para imam-imam Salaf dengan menafikannya atau menetapkannya.[3]
Dalam tempat lain beliau mengatakan
وأما القول الثالث : فهو القول الثابت عن أئمة السنة المحضة
كالإمام أحمد ومَنْ دونه , فلا يطلقون لفظ الجسم لا نفياً ولا إثباتاً , لوجهين :
أحدهما : أنه ليس مأثوراً , لا في كتاب ولا سنة ,
ولا أثر عن أحد من الصحابة والتابعين لهم بإحسان , ولا غيرهم من أئمة المسلمين ,
فصار من البدع المذمومة .
الثاني : أن معناه يدخل فيه حق وباطل ,
والذين أثبتوه أدخلوا فيه من النقص والتمثيل ما هو باطل ,
والذين نفوه أدخلوا فيه من التعطيل والتحريف ما هو باطل . انتهى
Dan adapun pendapat yang ketiga: itulah pendapat yang tetap dari para imam Sunnah yang murni. Seperti Imam Ahmad dan selainnya. Mereka tidak memutlakkan lafadz jism baik dalam penafian maupun penetapan karena dua hal.
Pertama: hal tersebut tidak ma’tsur baik dalam qur’an, sunnah, maupun atsar sahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Tidak juga dari para imam kaum musllimin yang lain. Maka jadilah hal tersebut sebagai bid’ah yang tercela.
Kedua: maknanya yang bisa jadi haq maupun batil.
Orang-orang yang menetapkannya [secara mutlak] bisa masuk dalam penjelekkan dan penyerupaan yang merupakan kebathilan.[4]
Sedangkan orang yang menafikannya [secara mutlak] bisa masuk dalam ta’thil dan tahrif yang merupakan kebatilan.[5] [6]
Kesimpulan
Lafadz jism terkait sifat Allah adalah lafadz yang Muhtamil serta sebuah bahasan muhdats yang diada-adakan oleh para filosof dan Mutakallimun. Sebagai Ahlissunnah kita harus menghindarinya. Jika kita ditanya tentang hal ini maka Ibnu Taimiyah memberikan Jalan keluar dengan perkataannya:
فيقال لمن سأل بلفظ الجسم : ما تعني بقولك ؟
أتعني بذلك أنه من جنس شيء من المخلوقات ؟
فإن عنيتَ ذلك , فالله قد بيَّنَ في كتابه أنه لا مثل له , ولا كفوَ له , ولا نِدَّ له ؛
وقال : ( أفمن يخلق كمن لا يخلق )
فالقرءان يدل على أن الله لا يماثله شيء , لا في ذاته ولا صفاته ولا أفعاله ,
فإن كنتَ تريد بلفظ الجسم ما يتضمن مماثلة الله لشيء من المخلوقات ,
فجوابك في القرءان والسنة . انتهى
Maka direspon bagi siapapun yang bertanya dengan lafadz jism: apa yang anda maksud? Apakah yang anda maksud adalah bahwa Dia termasuk jenis dari makhluknya? Kalau jelas begitu maksudnya, maka Allah telah menjelaskan didalam kitabnya bahwa Dia tidak serupa,setara, dan tidak bersekutu dengan apapun. Allah berfirman: Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. (QS al Nahl:17). Al Qur’an menunjukkan bahwa Allah tidak diserupai oleh apapun baik zat, sifat, maupun perbuatannya.
Kalau yang engkau maksud dengan lafadz Jism mengandung penyerupaan Allah dengan makhluknya, maka jawaban untukmu ada didalan Alqur’an dan Sunnah.[7]
Selanjutnya beliau menegaskan:
ولهذا اتفق السلف والأئمة على الإنكار على المشبهة الذين يقولون
بصر كبصري , ويدٌ كيدي , وقدم كقدمي . انتهى
Oleh karena itu Salaf telah bersepakat untuk mengingkari Musyabbihah yang mengatakan penglihatan [Allah] seperti penglihatanku, tangan [Allah] seperti tanganku, kaki [Allah] seperti kakiku.[8]
Disini Ahlussunnah dan salaf tidak membicarakan penafian maupun penetapan jism pada Allah, begitu juga lafadz-lafadz lain yang tidak terdapat dalam al Qur’an maupun Sunnah seperti arah dan tahayyuz dan semisalnya. Tetapi Ahlussunnah menyifatkan Allah Taala sesuai dengan apa yang Ia Sifatkan bagi dirinya dalam alQur’an dan apa yang disifatkan oleh Rasulnya. Mereka tidak melangkahi alQur’an dan Hadits.
Imam al Barbahari berkata:
Tidak membicarakan rabb kecuali sesuai dengan apa yang Ia sifatkan bagi dirinya Ajja Wajalla dalam Qur’an dan yang dijelaskan oleh Rasulullah untuk para sahabatnya.[9]
Beliau juga menjelaskan bahwa lafadz-lafadz bid’ah tersebut adalah sumber bid’ah:
Ketahuilah! Semoga Allah memuliakanmu! Kalau saja manusia menahan diri dalam perkara-perkara muhdats, tidak melangkah lebih jauh, dan tidak melahirkan kalimat-kalimat yang tidak pernah datang dari atsar Rasulullah juga sahabatnya,maka niscaya tidak akan ada kebid’ahan[10]
Al Hafidz Abdul Ghani al Maqdisi Rahimahullah menyetujui kaidah seperti ini dengan mengatakan:
“Termasuk Sunnah yang tetap adalah diam dari sesuatu yang tidak datang nashnya dari Rasulullah Shallallâhu alaihi Wasallam atau yang telah disepakati oleh kaum muslimin untuk memutlakkannya dan meninggalkan perselisihan dalam penafian dan penetapannya. Begitu juga pada perkara yang hanya bisa ditetapkan dengan nash Syari’,dan juga pada perkara yang hanya bisa dinafikan dengan dalil Sami’ [11]
Tulisan dan nukilan Ibnu taimiyah juga menjadi bukti bahwa beliau bukanlah seorang mujassimah, Justeru ketika Asyairah membatasi bahwa jism itu adalah satu hal, ternyata ibnu taimiyah telah merinci dan menyikapi lafadz jism dari berbagai isu yang beredar tentang jism menurut berbagai firqah dan mengambil solusi yang wasath.
Semoga bermanfaat
Saudaramu: dobdob
www.tentara-islam.blogspot.com
[1] Majmû’ Fatâwa Syaikhul islam Ibnu Taimiyah III/32
[2] Sekte karamiyah merupakan golongan Mujassimah yang berkeyakinan Allah adalah Jism dalam artian bertubuh dan bertulang. wal iyadzubillah
[3] Dar ut taahrudh al aql wan naql 4/146
[4] Kalau kita mengatakan Allah jism maka bisa jadi kita akan seperti karamiyah yang menetapkan bahwa Allah adalah seperti tubuh yang terdiri dari tulang dan daging. Waliyadzubillah
[5] Ada yang berpendapat bahwa jism itu yang ditunjuk padahal sesuatu yang terlihat itu adalah sesuatu yang ditunjuki oleh indra. Dengan menafikannya secara mutlak maka bisa jadi kita seperti mu’tazilah yang tidak mengimani bahwa kita bisa melihat Allah diakhirat kelak.
[6] Minhajussunnah Nabawiyyah I/204
[7] Dar ut taahrudh al aql wan naql 10/307
[8] Dar ut taahrudh al aql wan naql 10/309
[9] Syarhussunnah hal. 69
[10] Syarhussunnah hal. 105
[11] Aqâid Aimmatusshalaf hal 132