Salah satu hal penting yang hendaknya engkau perhatikan saat engkau berkunjung atau hendak berkunjung ke rumah Allah (baca : masjid ) adalah engkau mengetahui hal-hal yang tidak diperkenankan bagimu sebagai seorang tamu saat engkau berkunjung ke rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Maka, dengan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kulayangkan surat cinta ini padamu.
Saudaraku…tamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang baik…
- Yang pertama:
Jadi, engkau sebagai tamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang baik tidak boleh melakukan hal-hal yang akan menodai kesucian rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
- Yang kedua:
Ya, jadi engkau wahai tamu Allah yang baik…juga dilarang untuk meludah di dalam rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Abu Dzar Rodhiyallohu ‘Anhu pernah berkata bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam Wa Sallam pernah bersabda, “Amal-amal baik dan buruk ummatku pernah diperlihatkan kepadaku, maka aku dapati di antara bentuk amal kebaikan yang mereka lakukan adalah sesuatu yang mengganggu yang disingkirkan dari jalan. Dan, aku juga dapati di antara bentuk amalan mereka yang jelek yaitu ludah yang ada di dalam masjid yang tidak dipendam.” (HR. Muslim).
As Suyuti Rohimahulloh dalam kitabnya “Ad-Diibaj Syarah Shahih Muslim”, Ibnu Hajjaj mengatakan, Imam Nawawi mengatakan, “Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa celaan itu tidak hanya khusus bagi orang yang meludah tapi termasuk juga setiap orang yang melihat ludah namun ia tidak menghilangknnya”.
Hendaknya engkau tidak membiarkan ludah tetap ada di dalam masjid saat engkau melihatnya sementara engkau memiliki kemampuan untuk menghilangkannya.
- Yang ketiga :
Ya, jadi engkau wahai tamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang baik …jangan biarkan bau mulutmu tidak nyaman karena engkau telah menyantap al-bashal dan ats-tsaum atau bau badanmu tidak nyaman saat engkau hendak berkunjung ke rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena, hal itu sangat mengganggu kenikmatan mu dan orang lain di dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Para Ulama mengatakan, “Demikian juga segala sesuatu yang berbau tidak nyaman baik karena dampak menyantap makanan atau yang lainnya”.
- Yang keempat :
Ya, jadi jika engkau dalam keadaan junub atau haid, engkau tidak diperkenankan untuk tinggal di rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Namun, jika engkau hanya sekedar lewat tidak mengapa. Demikianlah yang menjadi pendapat sebagian ulama. Adapun pendapat mereka ini didasarkan pada firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”. (QS. An-Nisa : 43 )
- Yang kelima :
Ya, jadi engkau wahai tamu Allah yang baik, tidak diperkenankan untuk mengumumkan atau mempertanyakan barang yang hilang di dalam rumah Allah.
- Yang keenam :
Ya, jadi anda wahai tamu Allah yang baik, engkau terlarang melakukan transaksi jual beli, mendendang-kan syair dan menanyakan atau mengumumkan barang hilang di dalam rumah Allah. Oleh karena itu, jika engkau berkunjung ke rumah Allah, ternyata ada orang yang senang kepada sandal yang engkau letakkan di luar masjid. Lalu, saat engkau usai bertamu di rumah Allah engkau tak mendapati sandalmu, engkau tidak diperkenankan mengumumkan atau menanyakan kehilangan barangmu tersebut di dalam masjid. Lalu, bagaimana solusinya ? saya kira solusi yang baik adalah anda memperbincangkan persoalan ini di luar rumah Allah.
Saudaraku…
Para ulama mengambil kesimpulan hukum dari hadits yang berisi tentang larangan untuk berjual beli, mendendangkan syi’ir dan menanyakan atau mengumumkan barang hilang di dalam masjid, bahwa mengeraskan suara atau membikin gaduh di dalam masjid termasuk hal yang dibenci. Karena, mengeraskan suara merupakan hal yang susah dihindari jika seseorang melakukan tiga hal di atas.
Demikianlah surat cinta ku wahai tamu-tamu Allah yang ingin kulayangkan kepadamu kali ini. Semoga bermanfaat. Amien. (Abu Umair bin Syakir).
Referensi:
1. Al-Quran Digital versi 2.1
2. Shahih Muslim, karya: Abu Al-Hasan Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburiy.
3. Ad-Diibaj ‘ala Muslim, karya: Jalaluddin As-Suyuthiy.
4. Sunan Abu Dawud, karya: Abu dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats Al-Sajistaniy.
5. Musnad Al-Imam Ahmad, karya: Ahmad bin Hanbal Abu ‘Abdillah Asy Syaibaniy.
0 comments:
Posting Komentar