Banner 468 x 60px

Radio Rodja 756AM
 

Minggu, 24 Agustus 2014

Faham Sesat Syi'ah, Imam 12 Ma'sum

0 comments
(gemaislam) – Orang-orang Yahudi berusaha secara maksimal dan optimal memasukkan beberapa aqidah baru ke dalam tubuh umat Islam untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan kaum muslimin. Mereka membangun aliran dan sekte baru dalam Islam melalui anak kesayangannya Abdullah bin Saba'. Aliran itu dinamakan dengan Syi'ah, yang sebenarnya adalah golongan saba'iyah.
Namun, sebagian kaum muslimin tidak mengetahui hakikat aqidah dan ajaran Syi'ah. Mereka menganggap bahwa Syi'ah adalah bagian dari Islam. Bahkan, mereka menetapkan bahwa perbedaan Syi'ah dengan aqidah kaum muslimin hanya seperti perbedaan fikih diantara empat madzhab. Apalagi pasca revolusi di Iran yang berhasil menggulingkan Tiran Syah Reza, sehingga muncul lah simpati kepada Khumaeni dan Syi'ah dari para aktivis Islam. Sehingga kaum mayoritas kaum muslimin menganggap Syi'ah adalah ajaran yang benar, padahal dibalik itu semua hakikat Syi'ah adalah yang sangat sesat dan menyimpang.

Diantara kesesatan dan penyimpangan dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang terdapat dalam agama ini adalah meyakini sifat maksum bagi para Imam.
Syiah meyakini dengan mantap dan tanpa keraguan bahwa dua belas imam mereka ma'sum dari dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Marilah kita lihat dua perkataan tentang kemaksuman para imam berdasarkan ucapan ulama mereka, bukan bersumber dari wahyu ilahi, baik Al-Qur'an maupun Sunnah yang shohih.
Muhammad bin Yaqub Al-Kulaini berkata : "Para imam disucikan dan dibersihkan dari kejelekan. Mereka adalah maksum, mendapat petunjuk dan bimbingan. Mereka terbebas dari kesalahan dan kekeliruan. Dalam hal ini Allah menjadi hujjah dan saksi bagi hamba-hamba-Nya."
Al-Majlisi berkata : "Mereka bersepakat tentang kemaksuman para imam, semoga keselamatan atas mereka dari dosa-dosa kecil maupun besar sehingga tidak akan terjadi dari mereka satu dosa pun, baik disengaja, lupa, salah dalam takwil maupun takdir dari Allah ta'ala."
Mereka berdalil dengan mentakwil ayat Al-Qur'an yang mereka sebut dengan "Ayat Penyucian"
إِنَّمَا يُرِ‌يدُ اللَّـهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّ‌جْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَ‌كُمْ تَطْهِيرً‌ا
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." [QS Al-Ahzab : 33]
Menurut mereka ayat di atas menunjukkan bahwa Allah berkehendak untuk menjaga Ahlu bait tetap suci tanpa dosa, maka jika Allah sudah berkehendak maka pasti akan terjadi sebagaimana firman Allah :
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَ‌دْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
"Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", maka jadilah ia." [QS An-Nahl : 40]
Inilah ayat yang oleh Syi'ah dijadikan dalih tentang kemaksuman Ahlul bait. Pemahaman di atas sebenarnya tidak lain hanyalah syubhat belaka.
Jawaban Syubhat
Perlu diketahui bahwa kehendak (iradah) Allah ada dua macam :
a. Iradah kauniyah
b. Iradah Syar'iyah
Yang dimaksud Iradah Kauniyah adalah kehendak Allah yang berjalan di alam semesta. Kehendak Allah dalam hal ini pasti terjadi. Iradah kauniyah identik dengan takdir-Nya. Seperti kehendak Allah bahwa setiap manusia pasti mati atau bahwa setiap binantang melata sudah Allah tetapkan rezekinya, maka tidak ada seorang pun yang mampu menghalangi hal ini terjadi karena ini adalah Iradah Kauniyah.
Sedangkan yang dimaksud Iradah Syar'iyah adalah kehendak Allah yang terkait dengan syari'at-Nya. Artinya, apa saja yang Allah perintahkan kepada hambaNya  maka itu adalah kehendak-Nya yang bersifat syar'iyah.
Kehendak syar'iyah Allah ini tidak mesti terlaksana. Sebagai contoh : Allah menginginkan agar seluruh manusia beriman dan tidak kafir, taat kepadaNya dan tidak bermaksiat. Akan tetapi banyak manusia yang kafir dan maksiat kepada Allah.
Oleh karena itu, kesesatan Syi'ah dalam memahami ayat dalam surat Al-Ahzab ayat 33 bermula dari menyamakan antara kehendak Allah yang bersifat kauniyah dengan kehendak-Nya yang bersifat syar'iyah.
Syi'ah memahami bahwa iradah dalam ayat tersebut adalah iradah kauniyah, padahal sebenarnya adalah iradah syar'iyah yang tidak mesti terjadi.
Syaikh Sholeh Al-Fauzan memberikan contoh tentang iradah kauniyah dengan ayat-ayat berikut :
وَإِذَا أَرَ‌ادَ اللَّـهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَ‌دَّ لَهُ
"Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya;" [QS Ar-Ra'ad : 11]
وَمَن يُرِ‌دْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَ‌هُ ضَيِّقًا حَرَ‌جًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
"Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit." [QS Al-An'am : 125]
Sedangkan iradah syar'iyah seperti tersebut dalam firman Allah :
وَاللَّـهُ يُرِ‌يدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ
"Dan Allah hendak menerima taubatmu," [QS An-Nisa' : 27]
مَا يُرِ‌يدُ اللَّـهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَ‌جٍ وَلَـٰكِن يُرِ‌يدُ لِيُطَهِّرَ‌كُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُ‌ونَ
"Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." [QS Al-Ahzab : 33]
Adapun perbedaan antara kedua macam iradah tersebut adalah :
1. Iradah kauniyah boleh jadi dicintai dan diridhoi oleh Allah, tetapi bisa jadi tidak. Sedangkan iradah syar'iyah pasti dicintai dan diridhoi oleh Allah.
2. Iradah kauniyah pasti terjadinya, sedangkan iradah syar'iyah tidak pasti terjadi. Kadang terjadi kadang tidak.
Namun, kadang kedua macam iradah tersebut bisa berpadu, seperti halnya pada diri seorang mukmin yang taat kepada Allah. Sedangkan pada diri seorang yang bermaksiat kepada Allah maka yang berlaku baginya hanyalah iradah kauniyah saja. Karena Allah tidak menginginkan orang tersebut durhaka kepada-Nya secara iradah syar'iyah.
Maka, barang siapa yang tidak mampu membedakan kedua macam iradah tersebut maka pasti akan tersesat. Contohnya adalah kelompok Jabariyah dan Qodariyah. Jabariyah hanya mengimani iradah kauniyah saja. Sebaliknya, Qadariyah hanya mengimani iradah syar'iyah saja. Maka tersesatlah kedua kelompok tersebut. Sedangkan Ahlu Sunnah mengimani kedua macam iradah tersebut dan membedakan keduanya. Allahu a'lam (ib)

0 comments:

Posting Komentar